Setiap tahun ajaran baru para siswa dan orang tua selalu di
kejutkan dengan biaya pembelian buku pelajaran yang sangat memberatkan.
Buku-buku itu memang tidak di perjual belikan oleh sekolah, karena
terbentur oleh ketentuan Permendiknas No 11 Tahun 2005 Tentang Buku Teks
Pelajaran, yang mana dalam Peraturan tersebut sekolah tidak diperkenankan
memaksa atau menjual buku kepada siswa.
Buah simalakama memang buat sekolah, di satu sisi pihak sekolah
ingin ada keseragaman dan kemudahan bagi siswa dalam hal memperoleh buku
pelajaran, namun di sisi lain pihak sekolah terbentur oleh sebuah peraturan.
Sebatas yang bisa di lakukan adalah dengan
cara mengarahkan siswa membeli buku di toko buku yang di tunjuk pihak sekolah.
Namun persoalan kemudian muncul ketika toko buku tersebut menjual
buku pelajaran dengan harga berkisar Rp.200.000,- s/d Rp.360.000,- Per-paket,
yang bagi orang tua murid sangat memberatkan apalagi di situasi ekonomi seperti
sa'at ini.
Akibatnya Sekolah yang menjadi korban, citranya menjadi jelek,
karena dianggap berkong-kalikong dengan pihak toko buku, padahal....tidak
selalu demikian, karena banyak juga sekolah yang berniat baik dan berupaya agar
siswa dapat kemudahan dalam memperoleh buku pelajaran.
Untuk menjawab persoalan tersebut di atas sebenarnya, Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) sudah menjalankan program Buku murah atau yang
sering disebut Buku Digital atau Buku Sekolah Elektronik (BSE).
Buku murah ini di peroleh dengan cara Pemerintah membeli hak cipta
buku kepada penulisnya, sampai dengan sa’at ini, Pemerintah sudah membeli
sebanyak 407 judul Buku dan program Buku Digital serta Pembelian Hak cipta buku
ini sudah dimulai pada tahun 2007 dan sebagai payung hukum pelaksanaanya maka
Depdiknas juga telah membuat Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Buku, yang
mengatur Penyebaran luasan buku secara murah khususnya buku teks pelajaran
untuk Pendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi.
Dengan telah dikeluarkannya Permendiknas nomor 2 ahun 2008 maka
Peraturan sebelumnya Permendiknas Nomor 11 Tahun 2005 di nayatakan tidak
berlaku lagi. Dengan Peraturan baru ini, harga buku di atur dan di tetapkan
dengan ketat, dengan membuat harga Eceran tertinggi ( HET ), maka harga buku
yang akan di perdagangkan tidak boleh melebihi harga Eceran tertinggi yang di
tetapkan Menteri dan sesuai dengan Spesifikasi Buku yang di tetapkan.
Untuk menjamin bahwa harga yang tercantum dalam buku adalah jumlah
maksimal yang di bayar oleh Konsumen akhir,semua buku yang di perdagangkan
wajib diberi label secara tercetak.
Kini para siswa bisa memilik sebuah Buku hanya dengan uang
Rp.4.240, yang paling mahal Cuma Rp.14.110, Sebagai contoh sebuah Buku dengan
tebal 220 halaman dan 4 warna harganya Cuma Rp.10.890. Tentu hal ini akan
sangat meringankan bagi para Orang tua murid.
Cara memperoleh Buku murah ini cuku gampang, Masyarakat maupun
pengusaha cukup mengunduh ( Download ) dari website Depdiknas di
www.depdiknas.go.id, bisa juga di unduh melalui www.pusbuk.or.id dan
www.sibi.or.id.
Disamping membuat versi buku elektronik dari naskah yang dibeli
langsung dari penulis, Pemerintah juga mengijinkan pihak manapun tak terkecuali
pihak sekolah diperbolehkan untuk menggandakan naskah tersebut, tapi dengan
satu ketentuan harus buku yang sudah dibeli hak ciptanya oleh pemerintah serta
tidak boleh melebih harga eceran tertinggi yang di tetapkan menteri pendidikan
nasional.
Kebijakan Depdiknas mengenai buku elektronik, patut di apresiasi,
Kebijakan tersebut sangat membantu jika Infrastrukturnya telah memadai.
Persoalannya Infrastruktur jaringan teknologi informasi dan kepemilikan
komputer masih terbatas. Biaya akses internet juga masih terbilang mahal.
Sebagai contoh dalam serangkaian penelusuran yang dilakukan oleh
LSM Cerdas Bangsa di sejumlah sekolah di Kota Depok, hamper tiap sekolah yang
di Tanya tidak bisa atau belum bisa merealisasikan program tersebut, semua
terjadi karena kurangnya persiapan di banyak sektor, baik masalah sosialisasi
maupun sarana dan prasarana yang belum mendukung.
Disektor tenaga didik atau guru misalnya, tidak ada pelatihan
terlebih dahulu untuk belajar mengunduh buku elektronik, begitupun sarana
computer belum tersedia di semua sekolah, sehingga banyak sekolah yang tidak
dapat merealisasikan program dari Depdiknas tersebut, oleh karena itu dibutuhkan
kebijakan yang terintegrasi untuk mengatasi berbagai masalah tersebut oleh
Pemerintah Kota Depok.