Pendidikan hakekatnya berfungsi mengembangkan kemampuan dan
potensi diri guna tercapainya cita-cita yang diinginkan. Dalam arti yang
sesungguhnya bahwa pendidikan merupakan usaha yang terencana untuk mewujudkan
suasana belajar yang kondusif agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi dalam dirinya. Sehingga dapat bermanfaat terhadap
lingkungan dan masyarakat, dari sini dapat dilihat bahwa betapa pentingnya
pendidikan guna mengembangkan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk tetap
bertahan di era globalisasi saat ini.
Pendidikan di Indonesia sesuai dengan pengertian Pendidikan
Nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 memiliki tujuan pendidikan yang berisi pendidikan
merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui pendidikanlah bangsa akan tegak dan
mampu menjaga martabat bangsa. Dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 3, disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia yang sesuai dengan Pasal 3
Nomor 20/2003 menjelaskan tentang pengembangan potensi anak. Dalam hal ini
pengembangan potensi anak di sekolah sangatlah diperlukan guna mewujudkan
tujuan Pendidikan Nasional. Di sekolah tidak semua siswa memiliki kecerdasan
yang sama, ada siswa yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata, ada siswa yang
memilki kecerdasan yang sedang atau tidak jarang ada siswa yang memiliki
kecerdasan diatas rata-rata. Karena memiliki kecerdasan yang berbeda-beda
perlakuan yang seharusnya diterapkan disekolah terhadap siswa yang memiliki
kecerdasan yang berbeda-beda tidak bisa menyamaratakan kemampuan siswa dengan
kurikulum yang digunakan pada umumnya.
Mungkinkah kita menyatukan dalam satu kelas anak yang memiliki
kemampuan sedang dengan kemampuan diatas rata-rata? Jawabannya pastilah tidak
mungkin, alhasil yang pintar bisa semakin pintar, atau sebaliknya yang kurang
pintar bisa semakin kurang pintar, atas dasar inilah pemerintah mulai mengembangkan
potensi anak yang memiliki kemampuan diatas rata-rata dengan membuka kelas
unggulan yang sesuai dengan kemampuan siswa secara akademis. Kelas unggulan
dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anak-anak yang memiliki
bakat akademis atau kecerdasan diatas rata-rata, dilihat dari nilai akademis
yang tinggi, IQ yang diatas rata-rata (>120). Selain kelas unggulan yang
berisi anak-anak yang berbakat dalam bidang akademis, biasanya kelas unggulan
itu merupakan kelas yang menunjang anak untuk mempercepat dalam menuntaskan
masa pendidikan yang telah ditetapkan (percepatan atau acceleration). Dalam
kelas unggulan atau kelas akselerasi biasanya kurikulum yang digunakannya tidak
hanya kurikulum yang biasa digunakan melainkan ditambah kurikulum berdiferensiasi.
Kurikulum berdiferensiasi ini merupakan kurikulum yang tidak berlaku umum,
melainkan dirancang khusus untuk kebutuhan tumbuh kembang bakat tertentu
(semiawan 1992).
Berbeda dengan kurikulum reguler yang berlaku bagi semua siswa,
kurikulum berdiferensiasi bertujuan untuk menampung pendidikan berbagai
kelompok belajar, termasuk kelompok siswa berbakat dal hal ini pada bidang
akademis. Melalui program khusus, siswa berbakat akan memperoleh pengayaan dari
materi pelajaran, proses belajar dan produk belajar. Selain kurikulum yang
berbeda dengan siswa yang reguler, kelas akselerasi lebih cenderung eksklusif
dibandingkan kelas reguler (kelas umum) karena kelas tersebut berisi + 20
orang, sementara materi yang didapatkan melebihi yang didapat dari kelas umum
atas dasar inilah maka jam sekolah akan selalu berbeda karena pemadatan materi
ini yang mengakibatkan jam sekolah yang seharusnya libur 1 minggu, kelas
akselerasi hanya libur sekitar 3 hari. Dalam 1 minggu hanya libur minggu saja,
tidak ada waktu untuk bersantai pada umumnya siswa yang tidak mengikuti program
khusus. Guru yang dilibatkan dalam proses belajar mengajar bukan Guru yang
memiliki kemampuan yang biasa tetapi guru yang sudah dibekali oleh cara-cara
penanganan bagi siswa yang mengikuti program khusus atau percepatan.
Pada dasarnya pemerintah membuat kurikulum khusus ini bertujuan
untuk mengembangkan potensi anak yang berkemampuan lebih dibandingkan dengan
yang lain, tetapi praktek dilapangan berkata lain. Masih banyak sekolah yang
mengandalkan kelas unggulan untuk menarik minat para orang tua siswa untuk
menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut. Misalnya sekolah di Pulau Jawa,
salah satu sekolah negeri sebut saja sekolah X, sekolah ini memiliki kelas
unggulan berawal dari melihat potensi anak, maka dibukalah kelas unggulan.
Lambat laun berlalu karena mampu membuka kelas unggulan, sekolah
tersebut menjual kelas unggulan (menarik minat para orang tua murid) untuk
menyekolahkan anaknya kesekolah tersebut, sebelum anaknya masuk kelas unggulan,
anak harus ikut tes kepintaran terlebih dahulu, setelah dites, seharusnya sudah
langsung bisa mengikuti proses belajar dengan sebagai mana mestinya.
Kenyataanya, bagi siswa yang telah lulus seleksi kelas unggulan harus membayar
lebih dari yang seharusnya dibayar, bisa mencapai hampir 2-3 kali lipat dari
yang seharusnya, dengan alasan mendapatkan fasilitas yang lebih dibandingkan
dengan kelas reguler, seperti ruang kelas ber-AC, ditambah dengan ruang yang
lebih bersih, lebih nyaman ketimbang dengan kelas regular pada umumnya. Apabila
orang tua murid tidak bisa menyanggupi dalam membayar ketentuan untuk
mendapatkan kelas unggulan, maka siswa yang sudah lulus tidak bisa mengikuti
kegiatan belajar dikelas unggulan, tidak ada beasiswa untuk anak yang tidak bisa
membayar fasilitas dikelas unggulan, padahal siswa tersebut dapat mengikuti
seleksi yang telah ditetapkan dan lulus tes seleksi tersebut dari Sekolah itu.
Masalah ini tidak sebatas fasilitas saja, melainkan kurikulum yang
digunakan sama saja dengan kurikulum yang digunakan pada kelas reguler
disamping itu, tidak diimbangi dengan tenaga pengajar yang seharusnya sudah
dibekali untuk mengembangkan potensi anak, melainkan cara pengajarannyapun sama
saja dengan kelas regular tidak ada yang berbeda. Selain kurikulum yang
digunakan masih saja sama, siswa yang berada di kelas tersebut sekitar 40
orang, sementara itu jam pelajaran yang dimiliki siswa tersebut sama dengan jam
pelajaran yang dimiliki siswa regular pada umumnya.
Hal ini sangatlah jelas bahwa kelas unggulan yang di Sekolah
tersebut bukan kelas unggulan seperti kelas Akselerasi pada umumnya, melainkan
kelas yang memiliki fasilitas yang lebih saja, dan tidak bisa dikatakan kelas
unggulan kalau masih menggunakan kurikulum yang sama dengan siswa yang lain
reguler. Dalam hal ini tujuan pendidikan Nasional tidak dapat dicapai kalau
tidak bisa mengebangkan potensi anak khususnya anak yang memiliki kecerdasan
lebih. Di samping itu kelas unggulan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak
dengan mempercepat ilmu pengetahuannya ketingkat yang lebih tinggi sehingga
dapat lulus lebih cepat dibandingkan dengan siswa reguler pada umumnya.
Seharusnya sekolah ini tidak sepantasnya menjual atau
mempromosikan memiliki kelas unggulan kalau sumberdaya dan tenaga pendidik
tidak siap untuk membuka kelas unggulan, serta apa artinya jika kelas unggulan
yang dibuat hanya membedakan fasilitasnya saja. Sementara sumber daya manusia
seperti siswa yang didik tidak memiliki keahlian dan keterampilan khusus dan
tenaga pendidik yang tidak diimbangi dengan pembekalan untuk kelas unggulan.
Hal ini akan membuat pemikiran yang berkembang bahwa siswa yang berada di kelas
unggulan itu siswa yang memiliki ekonomi yang lebih dibandingkan siswa yang
berada dikelas regular.
Sekarang, apakah kelas unggulan atau kelas akselerasi merupakan
kelas yang berisi siswa yang memiliki kemampuan akademis diatas rata-rata atau
siswa yang memiliki kemampuan perekonomian diatas rata-rata ?
Apakah untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi siswa-siswa
dengan kemampuan ekonomi yang minim itu dikesampingkan sementara akademinsnya
menunjang untuk mendapatkan fasilitas yang sama dari anak-anak yang memiliki
ekonomi yang tinggi? Ini sangatlah jelas dan gamblang bahwa pendidikan di
Indonesia masih sangat membedakan starata sosial seseorang.
Siswa yang memiliki perekonomian yang lebih akan mendapatkan
fasilitas yang bagus dan layak sementara itu siswa yang memiliki perekonomian
yang biasa saja atau bahkan mungkin kurang akan mendapatkan fasilitas yang
minim, sangatlah tidak adil.